KEBUDAYAAN AMBON
1.
SEJARAH
Pulau Ambon
adalah salah satu pulau yang ada di kepulauan Maluku atau provinsi maluku.
Ambon merupakan ibukota propinsi Maluku yang berada di kawasan Maluku selatan.
Penduduk
aslinya tinggal didaerah perbukitan atau perdalaman pulau tetapi penduduk
pendatang yang datang dari bugis, makasar, button, dan jawa biasanya tinggal
didaerah pinggir pantai.
Setiap pulau
dengan pulau yang lain memiliki perbedaan kebudayaan atau adat istiadat, hal
ini disebabkan oleh gejala “isolasi”.
Misalnya orang Tobaru dan Sou saling tidak mengetahui bahasa satu sama lainnya,
oleh sebab itu mereka terpaksa memakai bahasa pengantar Ternate. Setiap pulau
yang ada di pulau maluku telah mengembangkan kebudayaannya sendiri. Meskipun
kebudayaan mereka berbeda-beda tapi ada beberapa unsurnya yang sama.
Di Ambon desa
dinamakan dengan negeri yang
dikepalai oleh seorang Raja. Di dalam sebuah desa atau negeri terdapat beberapa
perkampungan yang di pimpin
oleh Aman. Di dalam sebuah
perkampungan terdiri dari bagian
kampung yang dipimpin oleh seorang Soa. Di dalam Soa terdapat beberapa rumah yang dipimpin oleh mata rumah. Pada zaman modern ini
bentuk desa demikian telah mulai hilang. Karena sewaktu mereka pindah dari
perdalaman ke dareah pesisir pantai kesatuan-kesatuan yang mereka adakan telah
berpencar dan tidak menemukan satu sama lain.
Rumah-rumah
yang biasa mereka tempati ialah rumah pangung. Rumah-rumah penduduk asli sangat
berbeda dengan penduduk yang datang, masyarakat islam dan masyarakat nasrani
yang tidak bertiang sejajar dengan tanah. Rumah kepala Soa biasanya selalu
dibangun dengan megah dan indah ala perumahan Eropa.
Dalam system
kemasyarakatan masyarakat Ambon mengambil system kekerabatan yang bersifat
ke-Ayahan “Patrilineal”. Di
dalam kekerabatan yang memegang peranan penting ada dua yaitu Mata rantai, mata rumah ini biasanya
bertugas mengatur perkawinan warganya secara “Exogami” dan dalam hal mengatur penggunaan tanah-tanah “dati” tanah milik kerabat
patrilineal. Family, family merupakan kesatuan terkecil dalam mata rumah.
Family ini berfungsi sebagai pengatur pernikahan klenya.
Perkawinan dalam masyarakat
Ambon merupakan urusan mata rumah dan family.
Di dalam masyarakat Ambon
perkawinan di kenal dengan beberapa macam, diantaranya :
1. Kawin
minta ialah perkawinan yang terjadi apabila seorang pemuda
telah menemukan seorang gadis yang akan dijadikan istri, maka pemuda in meminta
pada mata rumah dan family untuk melamarnya. Sebelum acara pelamaran para mata
rumah dan family mengadakan rapat adat satu klen dalam persiapan acara
pelamaran.
2. Kawin
lari atau lari
bini adalah system perkawinan yang paling lazim di lakukan oleh
masyarakat Ambon. Hal ini di karenakan oleh masyarakat Ambon lebih suka jalan
pendek, untuk menghindari prosedur perundingan dan upacara adat.
3. Kawin
masuk atau kawin
menua yaitu perkawinan yang pengantin laki-lakinya tinggal di rumah
pengantin perempuannya. Perkawinan ini terjadi apabila :
· Kaum kerabat si pengantin tidak dapat membayar
maskawin secara adat.
· Penganten perempuan merupakan anak tunggal dalam
keluarganya.
· Karena ayah dari pengaten laki-laki tidak setuju
dengan perkawinan tersebut
Agama yang dianut oleh
masyarakat Ambon pada umumnya ialah Islam dan Nasrani. Meskipun masyarakat
Ambon telah beragama Islam dan Nasrani tetapi sisa-sisa agama yang asli masih
mereka anut. Mereka masih percaya akan adanya roh-roh yang harus dihormatidan
diberi makanminum, dan tempat tinggal, agar tidak menganggu kehidupan manusia.
Acara adat yang berhubungan
dengan religi ialah :
1. Masuk Baileu ( Rumah Adat masyarakat Ambon
), Untuk masuk baileu orang
harus melakukan upacara lebih dahulu yaitu minta izin pada roh-roh yang ada di baileu. Dalam upacara ini, mauweng mengorbankan seekor sapi.
2. Cuci Negri, Di daerah jawa acara adat ini di kenal dengan bersih
desa. Dalam acara ini semua penduduk di wajibkan membersihkan rumah,
perkarangan, dan baileu. Upacara ini jika tidak dilakukan maka seluruh desa
bias kejangkitan penyakit atau panennya gagal.
3. Kain Berkat, Sebuh tradisi dalam pernikahan masyarakat Ambon,
yaitu pembayaran berupa kain putih dan minuman kerasa ( tuak ) oleh klen
pengaten laki-laki kepada klen pengaten perempuan. Jika tidak dilakukan maka
keluarga muda itu akan jadi sakit dan mati.
Organisasi-organisasi dalam
system kemasyarakatan Ambon ialah :
1. Patalima dan Patasiwa,
Patalima adalah sebuah organisasi yang didirikan oleh kaum alifuru dari barat.
Patasiwa ialah sebauh organisasi yang didirikan oleh anggota Patalima yang
pindah ke daerah timur Ambon.
2. Jojaro dan Ngungare,
Jojaro ialah sebuah organisasi yang terdiri dari para pemudi yang belum
menikah. Ngunare adalah sebuah organisasi yang terdiri dari para pemuda Ambon
yang belum menikah.
3. Pela, Pela berasal dari
kata "Pila" yang berarti "buatlah sesuatu untuk bersama".
Sedangkan jika ditambah dengan akhiran -tu, menjadi "pilatu", artinya
adalah menguatkan, usaha agar tidak mudah rusuh atau pecah. Tetapi juga ada
yang menghubungkan kata pela ini dengan pela-pela yang berarti saling membantu
atau menolong. Dengan beberapa pengertian ini, maka dapat dikatakana bahwa pela
adalah suatu ikatan persaudaraan atau kekeluargaan antara dua desa atau lebih
dengan tujuan saling membantu atau menolong satu dengan yang lain dan saling
merasakan senasib penderitaan. Dalam arti bahwa senang dirasakan bersama
begitupun susah dirasakan bersama (Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Maluku,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1977/1978, hlm 27). Ikatan pela ini
diikat dengan suatu sumpah dan dilakukan dengan cara minum darah yang diambil
dari jari-jari tangan yang dicampur dengan minuman keras lokal maupun dengan
cara memakan sirih pinang.
Hubungan pela ini biasanya
terjadi karena ada peristiwa yang melibatkan kedua kepala kampung atau desa,
dalam rangka saling membantu dan menolong satu sama lain. Dalam ikatan pela ini
memiliki serangkaian nilai dan aturan yang mengikat masing-masing pribadi yang
tergabung dalam persekutuan persaudaraan atau kekeluargaan itu. Aturan itu
antara lain adalah: tidak boleh menikah sesama pela atau saudara sekandung
dalam pela. Jika hal ini dilakukan maka akan terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan atau terjadi hukuman bagi yang melanggaranya (op.cit., Cooley,
hlm184).
Jenis-Jenis Pela
o Pela Keras atau Pela Minum Darah. Disebabkan karena
pela ini ditetapkan melalui sumpah para pemimpin leluhur kedua belah pihak
dengan cara meminum darah yang diambil dari jari-jari mereka yang dicampur
dengan minuman keras lokal dari satu gelas. Hal ini memateraikan sumpah
persaudaraan untuk selama-lamanya. Pela ini
biasanya atau umumnya adalah hasil dari keadaan perang. Artinya bahwa setelah
kedua kapitan dari dua desa tersebut saling bertarung dan pada akhirnya tidak
ada yang bisa saling mengalahkan, maka diangkat sumpah untuk mengakhiri
permusuhan itu. Sumpah itu dimaksudkan untuk mengikat "persaudaraan
darah" untuk selamanya. Sehingga dalam perkembangannya jika yang satu
mereka susah atau memerlukan bantuan, maka yang lain harus membantu. Inilah
komitmen yang sudah merupakan kewajiban ataupun keharusan.Semua warga dari
desa-desa yang angka pela ini tidak terlepas dari tuntutan-tuntutan, antara
lain : tidak boleh menikah, saling membantu dan memikul beban. Pela keras ini
biasa disebut juga dengan pela tuni ataupun pela batu karang.
o Pela Lunak atau Pela Tampa Sirih. Jenis pela ini tidak
diikat dengan sumpah yang memaka idarah, tetapi hanya dengan memakan sirih
pinang. Ikatan pela ini terjadi karena bertemu dalam situasi yang mengundang
untuk saling membantu, misalnya pada saat terjadi angin rebut ada yang
menolongnya. Ataupun juga pela jenis ini terbentuk melalui kegiatan masohi atau
bantuan tenaga dari satu desapada desa lain. Pela ini tidaklah keras, karena
tidak dilarang untuk menikah sesama pela.
o Pela Ade Kaka. Pela jenis ini pada umumnya merupakan
hasil pertemuan kembali antara adik-kakak yang bersaudara dimana tadinya
berpencar dan telah membentuk kampung sendiri. Umumnyapela saudara ini
berlangsung antara kampung-kampung yang beragama kristen dan Islam. Pela ini
biasanya dikenal dengan nama Pela Gandong. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa walaupun ada berbagai jenis pela akan tetapi semuanya mempunyai hakekat
yang satu, yaitu ikatan persaudaraan atau kekeluargaan yang berlangsung untuk
selamanya karena diikat dengan sumpah darah.
Panas Pela adalah suatu kegiatan yang dilakukan setiap
tahun antara desa yang telah sama-sama mengangkat sumpah dalam ikatan pela
untuk mengenangkan kembali peristiwa angka pelayang terjadi pada awalnya.
Selain itu juga kegiatan panas pela ini juga pada intinya adalah untuk lebih
menguatkan, mengukuhkan hubungan persaudaraan dan kekeluargaan.
Pada hakikatnya
pela telah mengandung unsur rekonsiliasi. Oleh karena dalam budaya pela itu
sendiri dinyatakan bagaimana ikatan yang kuat dalam menjalin kedamaian ata
kehidupan yang saling merasakan susah dan senang secara bersama. Akan tetapi
dengan melihat situasi yang terjadi akhir-akhir ini yang menumbangkan ikatan pela oleh karena ikatan agama yang
begitu kuat karena permainan politik yang menggunakan agama sebagai kendaraan,
maka tidak dapat disangkal, pasti semua orang akan bertanya mengapa ikatan
persaudaraan yang begitu kuat mengikat hubungan antara desa yang satu dengan
yang lain, apalagi ikatan agama dapat runtuh.
Bahasa Melayu berasal dari
Indonesia bagian barat (dulu disebut
Nusantara bagian barat) dan telah berabad-abad menjadi bahasa antarsuku
di seluruh kepulauan nusantara. Sebelum bangsa Portugis menginjakan kakinya di
Ternate (Tahun 1512), bahasa Melayu telah ada di Maluku dan dipergunakan
sebagai bahasa perdagangan.
Bahasa Melayu Ambon berbeda
dari bahasa Melayu Ternate karena pada zaman dahulu suku-suku di Ambon dan yang
tentunya mempengaruhi perkembangan bahasa Melayu Ambon sangat berbeda dari
suku-suku yang ada di Ternate. Setelah bahasa Indonesia baku mulai diajarkan di
sekolah-sekolah di Maluku, maka ia mulai mempengaruhi bahasa Melayu Ambon
sehingga sejumlah kata diserap dari bahasa Indonesia baku ke dalam bahasa
Melayu setempat, tentu saja disesuaikan dengan logat setempat. Sedangkan
kebanyakan masyarakat Muslim Ambon masih mempunyai bahasa daerah sendiri yang
disebut bahasa tanah.
Struktur Bahasa Melayu
Ambon ini juga agak berbeda dengan Melayu pada umumnya, namun lazim di
Indonesia Timur. Struktur bahasanya sangat mirip dengan bahasa-bahasa di Eropa.
Seperti ini (kepemilikan) : Beta pung buku = Buku saya = My book, Susi pung
kaka = Kakak susi = Susi's brother/sister, Ahmad ada pi ka Tulehu = Ahmad
sedang pergi ke Tulehu, Ada orang dapa bunuh di kusu-kusu = ada orang dibunuh
di Alang-alang, Katong jaga tinggal disini sa = kami tetap tinggal disini saja
Kemudian lafal juga
mengalami nasalisasi terutama pada akhiran 'n'. Seperti berikut : makang
(makan), badiang (diam), jang (jangan), ikang (ikan), lawang (lawan) dan sebagainya. Untuk kata ganti orang adalah
sebagai berikut : Beta (saya), ose (kamu) (dibeberapa daerah dikatakan 'os',
atau 'se') - asal dari kata 'voce' Portugis, dia, katong (kependekan dari kita
orang/ kita), dorang (kependekan dari dia orang /atau mereka), kamong atau
kamorang (kamu orang/ kalian).
Di ambon juga ada panggilan
sosial seperti : Babang/ abang (kakak laki-laki : dipakai kalangan Muslim),
Caca (kakak perempuan: Muslim), Usy (kakak perempuan Kristen), Broer/ bung/ bu
(kakak laki-laki dipakai kalangan Kristen), Nyong (netral), Bapa Raja (kepala
desa)
Pattimura(atau Thomas Matulessy) (lahir di Hualoy, Seram Selatan, Maluku, 8 Juni 1783 – meninggal di Ambon, Maluku, 16 Desember 1817 pada umur 34 tahun), juga dikenal dengan nama Kapitan Pattimura adalah pahlawan Ambon dan merupakan Pahlawan nasional Indonesia.
Daftar Pusta :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar